RedNews.my.id, Indramayu - Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan sopan santun, ramah tamah dan kegotong royongannya saat ini sedang dihadapkan dengan semakin menurunnya karakter dan kepribadian bangsa. Gencarnya arus globalisasi yang melanda negara kita tidak dibarengi dengan kesiapan “Pendidikan Karakter” yang secara komprehensif dan memadai dilakukan oleh semua pihak seperti; orang tua, sekolah dan masyarakat secara sinergis sehingga dapat menjadi tameng untuk membentenginya.
Budaya kekerasan yang bukan budaya asli milik bangsa Indonesia terjadi dimana-mana, seperti tawuran antar pelajar/mahasiswa yang disebabkan permasalahan sepele. Media masa, baik media cetak ataupun elektronik serta media sosial menghadirkan berita-berita pelanggaran hukum, kegaduhan dan konflik politik, kriminalitas, pembunuhan, narkoba, saling menyakiti, saling fitnah, saling mencaci-maki, saling menghujat dan sebagainya terjadi setiap hari, seolah budaya kekerasan dan tidak beretika sopan santun itu menjadi milik bangsa kita tercinta ini. Sungguh sangat mengkhawatirkan !
Suasana persahabatan, persaudaraan, penuh kesantunan dan toleransi seiring dengan kemajuan zaman dan derasnya arus globalisasi ini seharusnya semakin menguat di kalangan generasi muda calon generasi emas Indonesia, namun justru sebaliknya semakin melemah. Apa yang sedang terjadi ? Siapa yang bertanggung jawab akan semua ini?
Perkembangan media sosial sepertinya sudah sulit dibendung dan dikendalikan. Sungguh sangat miris mendengar dan melihatnya, dan kondisi ini dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan dan semakin parah. Apa yang sebaiknya dapat segera dilakukan sebagai bentuk kontribusi positif dan konstruktif untuk bangsa?
Oleh karena itu, marilah sejenak kita merenungkan mengapa hal tersebut diatas terjadi di negara kita ini? Hal ini dilakukan sebagai bentuk refleksi diri untuk dapat berkontribusi sedikit terhadap pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Sebuah negara dikatakan maju atau tidak bukan berasal dari berapa lama usia negara tersebut, bukan pula berasal dari sebanyak apa sumber daya alam yang dimilikinya, dan bukan pula berasal dari benua mana dan warna kulit apa bangsa itu berasal.
Sebagai contoh, Mesir dan India, dua negara ini telah berusia lebih dari 2000 tahun, namun hingga saat ini negara tersebut masih disebut negara berkembang, belum disebut sebagai negara maju. Sedangkan, beberapa negara yang belum berusia 150 tahun sudah menjadi negara maju, seperti Jepang, Swiss dan Singapura. Sejumlah pertanyaan muncul di benak kita semua. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang menyebabkan sebuah negara bisa menjadi maju? Apa yang membedakannya? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul karena kita sebagai pendidik peduli akan Indonesia.
Jepang sebagai negara kepulauan yang berada di Asia Timur ini tidak memiliki sumber daya alam yang baik, tanahnya tidak begitu subur untuk lahan pertanian, namun saat ini Jepang menjadi negara kaya dan super maju di semua sektor pembangunan, baik itu ekonomi, pertanian, kehutanan, perikanan, Pendidikan dan industri. Jepang hampir mengimpor bahan mentah dari negara lain, dan dan setelah diproses oleh sumber daya manusia yang handal dan teknologi modern serta canggih, mengekspor kembali menjadi barang jadi, ini sebuah bukti nyata bahwa tempaan Pendidikan dan kebudayaan yang dijalankan selama bertahun-tahun menjadi kunci keberhasilan dan kemajuan sebuah bangsa.
Sebuah analisis dari para cendekiawan tentang sikap dan perilaku masyarakat di negara maju mengatakan bahwa majunya sebuah bangsa bukan karena tingkat kecerdasan, ras, warna kulit atau usia negara tersebut, namun ternyata mayoritas sikap dan perilaku penduduknya mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan dalam kesehariannya. Adapun prinsip-prinsip dasar kehidupan tersebut adalah : kejujuran, beretika, hormat dan patuh pada aturan, bertanggung jawab, mencintai pekerjaannya, disiplin, tepat waktu, tekun, ulet dan rajin menabung. Prinsip-prinsip dasar kehidupan tersebut terbentuk dalam masyarakat selama bertahun-tahun melalui Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan di negara berkembang, mayoritas masyarakatnya belum mematuhi dan menjalankan prinsip-prinsip dasar kehidupan tersebut.
Mari kita berfikir kritis dengan mengamati fenomena sosial di negara tercinta ini. Presiden B.J. Habibie mengatakan : “ Tsunami Sosial lebih berbahaya dari pada Tsunami Alam, sehingga membutuhkan kepedulian Bersama dari seluruh bangsa”.
Marilah kita berefleksi sejenak sebelum melakukan suatu aksi untuk mewarnai rona Pendidikan di Indramayu, mempersiapkan Generasi Emas Indonesia tahun 2045. Sudahkah kita semua mematuhi dan menjalankan semua prinsip-prinsip dasar kehidupan tersebut sebagai bentuk kontribusi positif dan konstruktif dalam membangun bangsa dan negara? Jika belum, mari kita mulai dengan melakukan perubahan-perubahan kearah perbaikan, dari hal-hal kecil dan mulai dari diri kita sendiri. Sebagai pendidik, lakukan “self reform, class reform and school reform”.
Pendidikan Karakter sebagai jawaban atas program Pemerintah Pusat dengan Nawacita nya adalah alternatif solusi terbaik yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka mempersiapkan “Generasi Emas Indonesia 2045”. Pendidikan Karakter sebagai ruh dan fondasi Pendidikan dapat diimplementasikan dalam pembelajaran melalui olah hati, olah rasa, olah fikir dan olah raga.
Reporter : Udi
Editor. : C.Tisna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar